Topdeh

Bisnis Dahsyat tanpa modal

GUD BYE MBAH MARIDJAN

Dari funny
Siapa tidak kenal Mbah Maridjan? Juru kunci Gunung Merapi yang mendapat gelar Ki Surakso Hargo ini memang bukan manusia biasa. Jabatan tradisionalnya sebagai juru kunci gunung Merapi,gunung paling produktif di dunia ini seolah menjadi personifikasi dari sebuah alam berpikir masyarakat yang sedang goyah, masyarakat agraris.Ketika Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menaikkan status Gunung Merapi dari siaga menjadi awas hari Senin,tanggal 25 Oktober 2010 dan menetapkan radius 10 kilometer dari puncak Merapi sebagai Kawasan Rawan Bencana (KRB) ,tidak menciutkan nyalinya sebagai pangreksa hargo untuk tetap di “kantor”nya di Dusun Kinahrejo,Desa Kepuh Harjo. Kecamatan Cangkringan, Sleman, yang hanya berjarak lima kilometer dari puncak Merapi yang siap meluncurkan guguran lava dan awan panas khas Merapi yang berkecepatan 200 km perjam: wedhus gembel.Dia hanya menyarankan warga mengungsi mengikuti saran pemerintah :” Mau mengungsi ya monggo”. Sikap yang teguh dan sumeleh.
Sikapnya ini bukan milik Mbah Maridjan semata.Banyak penduduk lereng Merapi yang tetap tenang tinggal di rumahnya dan mengerjakan kegiatan kesehariannya, ngarit, mencari kayu bakar, menambang pasir sambil sesekali menengok ke atas melihat puncak gunung “sahabat” kesehariannya ini sedang merokok dan batuk-batuk.
Di Dukuh Stabelan ,desa Tlogorejo,Kecamatan Selo yang hanya berjarak tiga kilometer dari puncak pun sampai hari Senin tanggal 25 Oktober juga masih menolak untuk turun dan mengungsi. Memang ada juga yang sudah mengemasi barang-barangnya, tapi itu lebih sebagai basa-basi memenuhi anjuran pemerintah.
Alasannya sederhana, mereka menolak mengungsi karena belum menerima wangsit dari Mbah Petruk,penguasa gaib Gunung Merapi. Mereka percaya bahwa mereka akan selamat karena mereka ada dalam perlindungan Mbah Sunan Bagor,arwah leluhur warga Stabelan,yang biasanya mendapat informasi langsung dari sang penguasa gaib Gunung Merapi, Mbah Petruk.
Di pihak lain pemerintah yang diwakili oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mewakili alam pikiran masyarakat industrial yang rasional.
Dengan ilmu, teknologi kegunungapian, data-data seismograf, dan “watak” Gunung Merapi yang dimilikinya secara empiris, mereka membuat analisis dan prediksi ilmiah sehingga membuat keputusan untuk mengungsikan penduduk dari Kawasan Rawan Bencana I,II dan III.Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab keselamatan penduduk di daerahnya mendasarkan kebijakan publiknya berdasarkan rekomendasi institusi ini.
Masyarakat kita memang sedang berubah.Mbah Maridjan adalah personifikasi dari sikap masyarakat agraris yang mitis dan magis. Dia adalah abdi dalem kraton yang tunduk dan taat kepada Sultan dan percaya pada kekuatan supranatural yang berkaitan dengan konsep-konsep mengenai ketertiban,keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Keselarasan mikrokosmos dan makrokosmos merupakan keniscayaan yang harus diupayakan sehingga melahirkan kearifan-kearifan lokal yang merupakan filsafat hidup masyarakat tradisional. Ketika Gunung Merapi meletus pada tahun 2006 yang lalu, Mbah Maridjan muncul sebagai ‘hero’ ,ketika menolak turun gunung untuk mengungsi dan memilih untuk tetap berada di posnya sebagai juru kunci gunung.
Pilihannya ketika itu ternyata benar,karena dia selamat dari bahaya letusan Gunung Merapi. Popularitasnya akibat teknologi informasi dan komunikasi membawanya menjadi bintang iklan jamu kuat yang menjual keperkasaan Mbah Maridjan dengan asesoris tradisional: kemeja batik lengan panjang, peci hitam dan kerut merut ketuaan di wajahnya.
Gambar dan ucapannya “rosa, rosa” menyeretnya menjadi salah satu ikon masyarakat industrial yang materialistik.Dari tayangan televisi kita dapat melihat rumahnya yang mewah untuk ukuran penduduk lereng Merapi yang membuat rumah itu kelihatan nyleneh dari habitat masyarakat lereng gunung.Tak cukup dengan itu,popularitasnya sebagi penjaga nilai-nilai tradisi ini,membuat dia mendapat undangan untuk menghadiri Piala Dunia sepakbola –walau ditolaknya- sebagai salah satu even dunia modern.
Kini,pada peristiwa letusan Gunung Merapi tahun 2010,Mbah Maridjan mencoba lagi dengan sikap tradisionalnya yang lama: teguh dan sumeleh.Hanya saja sekarang dia kalah dan tewas menjadi korban awan panas yang melanda desanya.Barangkali ini merupakan simbol bagaimana pada akhirnya sikap tradisional yang bersandar pada mitos dan legenda pada akhirnya dikalahkan oleh ilmu pengetahuan rasional ketika harus berhadapan dengan keperkasaan alam.Namun kerinduan terhadap sikapnya yang teguh dan sumeleh seolah menunjukkan kegamangan kita untuk menerima sepenuhnya budaya industrial.Sikap rasional semata seringkali tak dapat membawa kebahagiaan hidup karena bermuatan sifat tamak dan ambisius yang merusak keharmonisan hubungan antara manusia, alam dan Tuhan. Selamat jalan mbah Maridjan.

Tidak ada komentar: